Senin, 29 November 2010

Reflection: Uprighting People who can't Stand Upright

Refleksi Relawan Tim GKI Jogjakarta
29 November 2010 GKI Gejayan

“Menegakkan Orang Yang Tidak Dapat Berdiri Tegak”

Lukas 13:10-17

Pra-refleksi:

Perkenankan saya menyampaikan salam hangat dari rekan-rekan relawan dari GKI Batam sampai Bali.

Dalam bencana runtut Wasior,Mentawai, Merapi tampak jelas bahwa relawan kali ini benar-benar menyabung nyawa:

1. Di Wasior hujan lebat terus menerus menimbulkan potensi banjir bandang lagi dan mengancam para relawan Tim GKI.

2. Di Mentawai badai dan gelombang Samudera Hindia mengancam para relawan Tim GKI yang mencari dusun-dusun terpencil

3. Di Merapi erupsi dan awan panas berulangkali mengancam para relawan Tim GKI.

Pertama: Perempuan Anonim Yang Sakit Bungkuk dan Tidak Dapat Berdiri Tegak

Perempuan sakit itu tidak disebutkan namanya, anonim. Seperti kebanyakan pengungsi Merapi juga anonim bagi para relawan. Sudah selama 18 tahun perempuan ini “sakit sampai bungkuk punggungnya” dengan akibat “tidak dapat berdiri tegak” lagi. Para pengusung teologi feminisme tentu dapat beranggapan perikop ini memberi dasar teologis alkitabiah yang teguh sebagai landasan bagi topik perempuan dan jender.[1] Namun secara umum kita dapat dengan aman mengatakan simbolisme perempuan bungkuk ini, mewakili golongan manusia yang tidak mendapat kasih sayang, rawatan perhatian, atau mereka yang hidup terpinggirkan dan anonim. Entah dia sehat, sakit atau sekarat, ada atau tidak di sinagoga itu, sama sekali tidak ada artinya bagi semua orang di situ. Hanya bagi Yesus dia berarti.

Para pengungsi Merapi memenuhi kriteria-kriteria ini. Banyak pihak memberi perhatian kepada pengungsi bukan karena mereka pengungsi, melainlan demi kepentingan dan kepuasan pihak yang membantu itu. Kecuali mereka yang bersungguh-sungguh, di banyak tempat pihak-pihak yang membantu hanya datang di hari-hari pertama. Mereka hanya mendirikan tenda, memancangkan bendera masing-masing, bahkan banyak tenda dengan tanda palang merah namun tanpa dokter, perawat ataupun obat. Di salah satu pulau pantai barat Mentawai ada partai politik yang memasang bendera mereka yang berkibar megah, tanpa ada satu orangpun yang mengabdikan diri bagi korban bencana. Di Wasior beberapa hari sesudah banjir bandang, datang begitu banyak pihak dan relawan. Namun belum lagi air surut jumlah relawan sudah surut. Kompas.com 16 November 2010 menulis, sebulan setelah banjir bandang, relawan yang tetap tinggal hanyalah GKI dan PMI. Yayasan Ambulance 118 melapor bahwa sampai hari ini satu-satunya fasilitas kesehatan yang berfungsi di Wasior adalah “Rumah Sakit Darurat Gerakan Kemanusiaan Indonesia.” Ketika bagi begitu banyak pihak memandang para korban bencana sebagai tidak berarti, Tim GKI berupaya sekuat tenaga untuk memandang mereka sebagai sesama manusia, sahabat, saudara. Bagi Yesus, mereka ini seperti perempuan bungkuk yang tidak berarti bagi siapapun kecuali Yesus. Tim GKI memandang bantuan dan pertolongan bagi korban bencana adalah tindakan merawat Kristus sendiri. Dalam Mat 25:34-40, Yesus berkata, siapa memberi makan, minum, mengunjungi dan membebaskan orang-orang kecil dan menderita ini, sesungguhnya sedang merawat Yesus sendiri. Yesus terus menerus menunjukkan keberpihakan yang tegas dan jelas kepada orang-orang miskin, dan sikap sebaliknya terhadap orang yang tidak miskin.

Perempuan anonim tak bernama ini, datang ke sinagoga tidak minta disembuhkan. Dalam hal itu tampaknya, selain tidak dapat berdiri tegak, ia juga tidak dapat bicara dengan leluasa. Mungkin juga karena sudah putus-asa setelah berulangkali gagal meminta sesuatu kepada laki-laki. Perempuan ini dibuat menjadi “bisu” oleh lingkungannya. Ini seperti pengungsi yang dijanjikan sapinya akan dibeli pemerintah, tapi tak kunjung dibeli sehingga mereka menjualnya dengan harga murah. Tak kuat meminta dan menunggu lagi. Atau seperti puluhan ribu pengungsi yang dikonsentrasikan dan disantuni makan, namun antri ambil makanan berjam-jam sehingga mereka tak kuat lagi dan melakukan eksodus dari stadion Maguwoharjo.

Kedua: Yesus Menegakkan Perempuan Yang Tidak Dapat Berdiri Tegak

Namun Yesus memanggil perempuan bungkuk itu dan mengumumkan kesembuhannya serta meletakkan tangan-Nya. Seketika itu perempuan tersebut sembuh. Kini ia dapat berdiri tegak. Tentu saja kini pandangan perempuan ini mengalami perubahan perspektif, dapat melihat lebih luas dan jauh, ketimbang ketika ia bungkuk. Perempuan itu bersyukur memuliakan Allah karena kesembuhan dan pembaruan yang dialaminya. Ia bukan saja dapat berdiri tegak, kini ia juga leluasa bicara. Ia tidak dibisukan lagi. Mereka yang mengalami kuasa ilahi selaku seorang subyek, tak bisa tidak akan dipenuhi dengan rasa syukur, sekalipun semulanya ia tidak meminta atau membayangkan anugerah itu. Sebaliknya mereka yang mengalami kuasa ilahi selaku obyek, justru tidak sanggup bersyukur seperti sembilan dari sepuluh orang buta yang disembuhkan oleh Yesus.

Lain dari perempuan itu, kepala rumah ibadat menjadi gusar. Tidak cukup jelas apakah ia gusar kepada Yesus, atau kepada perempuan itu, sebab ia berkata kepada orang banyak. "Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat." Ini seperti kejadian di Mentawai. Ketika Tim GKI melihat begitu banyak bayi dan anak kehilangan orang tua mereka dalam tsunami yang baru lalu, Bersama Gereja Mentawai, Tim GKI segera merealisasikan pembangunan sebuah gedung untuk panti asuhan yang akan dikelola oleh Gereja Mentawai. Namun demikan tindakan ini sedikit disesalkan karena GKI tidak mau bekerja dalam koordinasi. Semacam konsorsium berniat membangun Mentawai secara komprehensif dan sedang menyusun sebuah masterplan pemberdayaan Mentawai. Ini seperti kepala rumah ibadat yang berpegang kepada keteraturan sampai-sampai tidak dapat lagi melihat tindakan menegakkan orang yang tidak dapat berdiri tegak sebagai sebuah kebajikan yang tidak dapat dtunda lagi.

Kepala rumah ibadat ini memang tidak marah karena penyembuhan itu sendiri, melainkan menjadi gusar karena momentumnya. Perempuan ini sudah sakit selama 18 tahun, jadi apa salahnya kalau menunggu satu dua hari lagi untuk disembuhkan? Bayi-bayi dan anak-anak yatim piatu Mentawai itu memang sudah kehilangan orangtua mereka, kenapa tidak menunggu sampai masterplan dilaksanakan?

Mengapa pula harus dilakukan pada hari kudus seperti Hari Sabat dan di tempat kudus seperti sinagoga? Kepala rumah ibadat ini memang berkewajiban menjaga disiplin Hari Sabat, ia memberlakukannya sebagai disiplin yang given.Dengan perkataan lain, ia memegang Sabat secara taken for granted (begitu saja). Ia tidak pernah berpikir out of the box atau membuat pembandingan yang mencerahkan atas doktrin yang telah usang. Setidaknya untuk mencari tahu apakah Tuhan setuju kepada pendapatnya atau tidak. Kemampuan menguji yang given dan yang taken for granted adalah kemampuan spiritual untuk melangkah kepada keluhuran perspektif yang tak ternilai. Waktu kudus dan tempat kudus tidak menentukan tindakan dan sikap yang mengusung maksud Tuhan. Sebaliknya waktu yang tidak kudus dan tempat yang tidak kudus tidak selalu menentukan tindakan dan sikap yang melawan maksud Tuhan. Abraham di Sodom dan Gomora, Yunus di Niniwe, Paulus di Atena semuanya ada di tempat dan waktu yang tidak kudus, tapi mereka semua mengusung maksud Tuhan.

Ketiga: Pencerahan bagi Orang Banyak

Akhirnya tibalah saatnya Yesus melakukan pencerahan. Yesus menggugat kedisiplinan yang kaku dan beku dari kepala rumah ibadat itu. Yesus menggugahnya dengan pembandingan sederhana. “bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman?” Tentu saja di situ diasumsikan bahwa kepala rumah ibadat dan setiap orang yang hadir di sinagoga itu, tak pernah menerapkan hukum Sabat atas lembu dan keledai. Memberi minum lembu atau keledai, serta mengeluarkan dan memasukkan ternak mereka ke dalam kandang, tak pernah terpikir sebagai pelanggaran Hari Sabat. Jadi Yesus memperlihatkan betapa tidak konsistennya doktrin kepala rumah ibadat itu atas Hukum Hari Sabat, bahkan betapa tidak adil penilaiannya antara memberi minum lembu dan penyembuhan manusia. Di mata Yesus, perempuan yang tidak dapat berdiri tegak dan tidak dapat leluasa berbicara ini, sama kudusnya dengan sinagoga atau Sabat, karena ia keturunan Abraham. Atas perempuan ini berlaku janji-janji hebat Allah kepada Abraham. Martabat perempuan itu tidak sekadar bukan lembu atau keledai, dia jauh lebih bernilai karena dia adalah keturunan dalam umat pilihan Allah yang Allah janjikan.

Pencerahan yang dilakukan Yesus berhasil baik. “semua lawan-Nya merasa malu” dan publik “bersukacita karena segala perkara mulia, yang telah dilakukan-Nya.” Merasa malu atas kenaifan sendiri adalah sebuah karakter yang indah. Itu berarti lawan-lawan-Nya tahu kekeliruan mereka. Siapa yang sanggup “tahu malu” dan sanggup mengenali masalah pada diri sendiri, akan gampang memperbaiki. Sebaliknya siapa yang “tidak tahu malu” dan tidak dapat mengenali masalah pada diri sendiri, tak akan pernah memperbaiki kekeliruannya. Pencerahan Yesus ini penting, karena dalam cerita-cerita Sabat lain, bukankah lawan-lawan Yesus justru makin bernafsu membunuh Yesus? Bahwa publik “bersukacita karena segala perkara mulia, yang telah dilakukan-Nya.” Juga pertanda baik bahwa pencerahan Yesus mencapai sukses.

Perikop ini mengutarakan pesan Injil tentang pencerahan Yesus dalam menegakkan orang yang tidak dapat berdiri tegak. Kiranya kita tetap teguh mengerjakan panggilan Kristus. Amin

KS:Minggu, 28 Nopember 2010



[1] Para perempuan di dunia ini sudah “tidak dapat berdiri tegak” berabad-abad bahkan sampai hari ini, karena dia ada dalam dunia laki-laki. Para perempuan juga dibahayakan hidupnya oleh laki-laki mulai dari medan perang sampai ke tempat tidur. Tambahan lagi perempuan dibuat “tidak dapat berdiri tegak” oleh kultur modern dewasa ini, di hadapan bedah kosmetik, mode pakaian, bentuk-bentuk diet eksesif, pengencangan kulit muka, penambahan dan pengurangan bagian-bagian tubuh tertentu, penggantian warna, model dan aksesori rambut mereka. Aktivtas trafficking korbannya selalu perempuan. TKW yang tak dibayar upahnya, dianiaya, diperkosa, dibunuh semuanya adalah perempuan.

Tidak ada komentar: