Jumat, 05 November 2010

Merespon Musibah Gunung Sinabung

Musibah Gunung Sinabung

Pada hari jumat 28 Agustus 2010, setelah tertidur selama 400 tahun. Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatra Utara, menunjukkan aktivitas vulkaniknya dengan mengeluarkan abu vulkanik dan lahar pada letusan pertamanya yang disertai awan abu vulkanik setinggi 3500 meter diatas permukaan laut. Aktivitas ini menyebabkan ketakutan yang menghinggapi ribuan penduduk yang bermukim disekitar Gunung Sinabung seperti Desa Kuta Gugung, Bekerah, Simacem, Sigarang-Garang, Naman, Gamber, Kuta Tonggal, Kutarayat, Berastepu1. Pada umumnya masyarakat daerah tanah karo sudah beberapa generasi tidak pernah mengalami bencana gunung meletus, terakhir adalah peristiwa meletusnya gunung sibayak (1881)2, dan gempa di daerah batu karang (1936)3.

Gambar letusan Gunung Sinabung 29 Agustus 2010 dimulai pukul 00.08 WIB4

Pada tanggal 31 agustus 2010 guna menjawab tanggap darurat bencana yang dikeluarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) maka Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia (GKI) hadir di kabupaten karo, mengunjungi salah satu daerah pengungsian di desa Perbesi kecamatan Tiga Binanga kabupaten Karo. Ditempat ini Tim GKI diterima oleh Pdt. Phillip Sembiring Meliala Pendeta pada gereja GBKP Runggun Perbesi. Ditempat ini Tim GKI menemukan ±250 orang pengungsi yang berasal dari desa Susuk dan Tanjung. Desa perbesi ini adalah salah satu desa yang terletak jauh dari ibukota kabupaten karo yaitu kabanjahe. Dengan kendaraan bermotor kira kira 2 jam perjalanan dari kabanjahe. Di desa inilah Tim GKI berencana akan membuat Posko untuk Pelayanan ke seluruh daerah yang berada disekitarnya yang belum sempat terjamah oleh tim medis.

Pada tanggal 01 september 2010, Tim GKI mengirimkan 3 orang relawan medis ( 2 orang dokter & 1 Orang relawan medis) dari Jakarta untuk bergabung dengan Tim GKI yang terlebih dahulu berada di Kabanjahe, guna mempersiapkan pokso di desa Perbesi. Di posko GBKP kabanjahe Tim GKI diterima oleh Pdt. Agus Purba, dan Pdt Shimon Tarigan. Oleh Moderamen GBKP di Kabanjahe Tim GKI di daulat untuk melayani desa perbesi dan sekitarnya.

Setelah bermalam si sentrum PPWG GBKP kabanjahe, keesokan harinya Tim GKI berangkat menuju ke desa perbesi. Setelah berkendara selama 2 jam Tim medis GKI tiba dan diterima oleh Pdt. Philip Meliala. Lalu Tim GKI diajak untuk bersantap siang bersama dengan para pengungsi. Di sini kami melihat baiknya koordinasi antara jemaat GBKP Perbesi dalam melayani para pengungsi, mulai dari mempersiapkan makanan di dapur umum hingga membagikannya pada para pengungsi. Nasi, sayuran, dan lauk pauk dibagikan dengan cara mencedok dari ember-ember yang membawanya. Bagi yang pertama kali melihatnya ini mungkin tidak sesuai dengan kebiasaan kita, namun hal ini sudah menjadi suatu kebiasaan di tanah karo, jika ada acara besar seperti pernikahan, kematian, acara ulang tahun kampong ( Kerja tahun).

PENGUNGSI

Adat istiadat karo banyak mengambil peranan dalam koordinasi bencana seperti ini. Tutur Kalimbubu-anakberu (Strata sosial masyarakat karo), selain itu kebiasaan masyarakat karo yang menganggap tamu harus dilayani dengan baik, membuat semua relawan gereja dan pengungsi mengetahui tugasnya masing-masing. Hal ini dapat kita lihat pada setiap daerah pengungsian yang kita kunjung, sehingga pengungsi tidak ada yang kelaparan.

Para pengungsi banyak tersebar dibalai pertemuan rakyat (Jambur), baik milik pemerintah ataupun swasta yang tersebar dikota maupun desa dan di gereja-gereja.

Salah satu balai rakyat yang di layani oleh Tim GKI

Para pengungsi yang bertempat di jambur atau balai rakyat tinggal bersama-sama di tempat yang sempit dan tidak berdinding, daerah Tanah karo memiliki iklim yang dingin pada malam hari suhu dapat mencapai 18oC sehingga sangat dingin. Hal ini sungguh memprihatinkan terutama bagi pengungsi anak-anak ataupun balita, yang harus menahan dinginnya udara malam hari. Selain itu jumlah selimut yang masih terbatas menjadi kendala pada hari-hari pertama pasca letusan. Banyak diantara pengungsi yang juga kekurangan pakaian bersih karena sebagian besar diantara mereka langsung mengungsi begitu letusan terjadi sehingga tak jarang pakaian yang mereka pakai adalah satu-satunya pakaian yang tersisa. Begitupun pakaian anak-anak yang jumlahnya turut memprihatinkan. Untuk hal ini Tim GKI memberikan bantuan pakaian anak-anak untuk diberikan kepada pengungsi.

Pengobatan

Beberapa hari setelah letusan terjadi, banyak diantara para pengungsi yang mulai menderita penyakit. Hal ini terjadi akibat perubahan pola hidup, lingkungan, istirahat yang kurang, ketakutan, dan makanan.

Banyak diantara pengungsi yang mengalami ketakutan, setelah mendengar letusan gunung Sinabung pada malam itu, banyak diantara pasien yang dilayani Tim GKI mengeluhkan rasa takut dan was-was mereka setiap malam, bahwa letusan akan segera terjadi. Bahkan di desa susuk yang berjarak hanya 3 km dari puncak gunung sinabung warga ketakutan setelah mendengarkan suara kucing yang berjalan di atas seng, dan mengira itu adalah letusan gunung sehingga mereka sudah siap mengungsi.

Adapun Jadwal pelayanan Tim GKI :

Mengingat mereka telah tinggal di pengungsian selama beberapa hari maka banyak diantara pengungsi yang menderita penyakit, adapun jumlah bantuan yang diberikan oleh Tim GKI di beberapa tempat adalah sebagai berikut

  • Bantuan Medis
    1. 02/09/2010 Desa Perbesi 117 Orang
    2. 03/09/2010 Desa Perbesi 118 Orang
    3. 03/09/2010 Desa Bintang Meriah 71 Orang
    4. 03/09/2010 Desa Siabang-abang 100 Orang
    5. 03/09/2010 Desa Kutabuluh 50 Orang
    6. 04/09/2010 Desa Perbesi 48 Orang
    7. 05/09/2010 Sentrum GBKP 38 Orang
    8. 05/09/2010 Posko Departemen Agama Kabanjahe 20 Orang
    9. 06/09/2010 Desa Siabang-abang 92 Orang
    10. 06/09/2010 Desa Perbesi 101 Orang
    11. 08/09/2010 Sentrum GBKP 84 Orang
    12. 08/09/2010 Gereja GBKP Runggun Simpang Enam 29 Orang
    13. 09/09/2010 KWK GBKP Brastagi 95 Orang

Sehingga jumlah total yang dilayani Tim Medis GKI berjumlah 963 Orang

  • Bantuan Non-Medis

1. 600 buah baju dan celana berbagai ukuran untuk bayi dan anak-anak

2. Kebutuhan dapur antara lain:

a. Ember 24 buah

b. Baskom 4 buah

c. Teko 12 buah

d. Sendok 24 buah

e. Sendok sayur 24 buah

f. Desinfektan 10 box

g. Blender 1 buah

h. Tong 29 buah

i. Sendok sop besar 3 buah

j. Tapak gelas 24 buah

k. Box plastik

l. Penguatan dapur umum di penampungan pengungsi di sentrum GBKP

  • Perbekalan korlap

Bersama KA/KR GBKP Tim GKI melakukan pelayanan trauma healing di tempat pengungsian antara lain:

1. Kantor Klasis Kabanjahe

2. Jambur Tuah

3. Jambur Guru Pulungen

4. Jambur Sempakata

5. Sentrum GBKP

6. Gedung KA/KR jalan Katepul

7. Kantor Departemen Agama Kabanjahe

8. Jambur Lige

9. Jambur Adil Makmur

10. KWK Brastagi

11. Jambur Taras Brastagi

12. Desa Perbesi

13. Desa Singgamanik

14. Desa Tiga Binanga

15. Desa Tanjung

16. Desa Kuta Buluh

17. Desa Siabang-abang

Situasi tempat pengungsian yang ramai oleh orang-orang yang berlalu-lalang pada malam hari baik yang mempersiapkan makanan ataupun datangnya distribusi makanan dan bantuan-bantuan baik dari LSM maupun gereja banyak yang membuat para pengungsi susah tidur.

Selain itu banyak juga pasien menderita penyakit-penyakit yang sebelumnya sudah mereka derita, seperti Hipertensi, Diabetes Mellitus, Arthritis Gout (asam urat), dan hiperkolesterolemia. Pola makan sebagian besar Orang karo yang sering mengkonsumsi daging babi, dan santan tak jarang menyebabkan Tim Medis GKI menemukan pasien dengan tensi 220/140 mmHg, namun tidak menemukan keluhan berarti pada mereka, sudah tentu kebiasaan sepeti ini membuat banyak diantara mereka yang juga menderita Diabetes Mellitus dengan kadar gula darah hingga 450mg/ml.

Tim Medis GKI sedang memeriksa Pasien

Gangguan pernafasan (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) merupakan sebagian besar kasus yang dihadapi oleh Tim medis GKI, kasus ini sebagian besar dialami oleh anak-anak, dan balita. Akibat sanitasi yang buruk, lingkungan yang dingin dan makanan instant yang banyak dikonsumsi oleh pengungsi menyebabkan daya tahan tubuh mereka banyak yang turun sehingga anak-anak dan balita mudah terserang berbagai penyakit yang berkaitan dengan daya tahan tubuh seperti diare, dan infeksi virus.

Saat melayani di pengungsian KWK GBKP Berastagi, Tim Medis GKI yang sedang beristirahat pada malam hari, dibangunkan pada pukul 03.00 WIB karena ada pasien balita yang menderita panas tinggi ( hampir 400C ) keadaan pasien sudah sangat memprihatinkan karena jika dibiarkan lebih lama maka akan mengancam nyawa balita tersebut. Pada awalnya pasien tersebut sudah mencoba membangunkan salah satu anggota tim namun karena mereka datang dengan baju hitam anggota tim tersebut sempat ketakutan, karena seingatnya gerbang penginapan sudah di kunci dan memang daerah penginapan yang agak menakutkan. Setelah mereka mencoba untuk kedua kalinya maka salah satu anggota Tim GKI Pak Irianto membuka pintu dan mempersilahkan mereka masuk, setelah dilayani oleh dr. Johannes A Kemit dan diberikan obat-obatan mereka kembali ke tempat pengungsian yang lokasinya tak jauh dari penginapan Tim GKI. Alangkah senangnya ketika kami mendengar keesokan paginya bahwa panas yang diderita balita tersebut telah turun. Dan si balita dapat ceria kembali. Keesokan harinya Tim GKI dan pengungsi di KWK GBKP Berastagi dikunjungi oleh perwakilan dari Moderamen Pusat GBKP yang ingin mewawancarai pengungsi, dan tanpa sepengetahuan kami pasien yang berobat semalam menceritakan antusias dan kepuasan mereka.

Hal-hal yang menjadi kendala selama Pelayanan Tim Medis GKI di daerah Perbesi dan sekitarnya antara lain dikarenakan jarak antara kantung pengungsian satu dan yang lainya begitu jauh dan jalan raya yang rusak sehingga tak jarang untuk mendatangi satu tempat ketempat yang lain memakan waktu hingga tengah malam. Pelayanan kesehatan dibeberapa tempat pun sering dilakukan hingga malam hari. Hal ini dikarenakan pada siang hari banyak pengungsi yang bekerja dikebun mereka atau kembali ke rumah mereka untuk melihat-lihat keadaan harta benda yang mereka tinggalkan, dan kembali ke pengungsian pada malam harinya.

Tidak ada komentar: